” Konser itu pasti isinya lebih banyak hura-hura daripada sosialisasi untuk pemilih, ini namanya pemborosan,” ungkap Nasir, Ketua LSM Angling Dharmo.
Nasir menilai masih banyak pemilih di desa baik pemilih pemula, hingga yang sudah tua bingung dan belum mengetahui secara pasti tata cara memilih dan siapa saja calon legislatif di dapilnya.
KPU harusnya lebih memperbanyak sosialisasi di tingkat kecamatan maupun di desa, dengan didukung kegiatan yang efektif. “Sosialisasi Itu tidak cukup kalau diserahkan kepada relawan, efektifnya anggaran itu digunakan kegiatan di setiap kecamatan,” Jelasnya.
Menanggapihal itu, Divisi SDM dan Parmas KPU Kabupaten Bojonegoro, Mustofirin, membantahnya. Dia mempertanyakan, mana yang dinilai kurang tepat sasaran pada acara sosialisasi tersebut.
“Saat konser dapat mendatangkan ribuan orang mungkin sekitar 3 ribu orang dalam satu tempat, kemudian kami bersosialisasi tentang pemilu, kira-kira yang salah di mana?” sergahnya.
Sosialisasi yang dikemas dalam acara konser musik itu, menurut KPU merupakan cara membangun Pemilu yang menyenangkan, membangun optimisme menyenangkan ini dari sudut pandang orang beda-beda.
“Jadi tidak ada kesan bahwa Pemilu ini pemilu yang menakutkan,” tandasnya.
Pihaknya ingin mengajak masyarakat menikmati proses Pemilu ini dengan riang gembira dari konsep yang dibangun dan menggunakan anggaran ini seefektif mungkin dengan hasil maksimal.
“Prinsip kami, setiap rupiah anggaran akan dipertanggungjawabkan, sehingga harus benar-benar melihat dampak dari apa yang kami lakukan,” imbuhnya.
Dari data yang didapat, selama ini setidaknya tiga kali KPU Bojonegoro melaksanakan sosialisasi skala besar. Kegiatan itu misalnya Pentas Seni Kreasi Pemilih Pemula sebesar Rp 52,4 juta, Konser Pemilu 2019 bertema Pemilih Berdaulat Negera Kuat dengan angggaram Rp 83,7 juta dan Pemilu Run sebesar Rp 122,7 juta. (din)