SMNNews.co.id-Sejarah bangsa tak bisa dilepas dari peran kiai. Mereka tak hanya berkutat di pondok pesantren. Kaum bersarung ini juga aktif terlibat dalam pergolakan bangsa merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Berikut sebagian kisah-kisah patriotik itu.
Pondok pesantren (ponpes) Jampes, pertengahan 1949. Kala itu, sang pengasuh pondok, Kiai Ihsan, tengah punya gawe. Resepsi pernikahan sang putri.
Sebagai kiai dan juga pengasuh ponpes, tamu kiai tergolong banyak. Termasuk pula tentara-tentara Belanda yang saat itu masih bercokol di tanah air. Mereka datang ke Ponpes Jampes, menghadiri resepsi pernikahan yang digelar Kiai Ihsan.
Kehadiran serdadu Belanda itu berbuntut. Esoknya, pondok pesantren sempat dikepung tentara nasional Indonesia (TNI). Mereka sempat melakukan penggeledahan. Namun, para tentara itu kaget saat akan memasuki kediaman sang kiai. Tiba-tiba keluar komandan batalian tentara karesidenan. Sontak, para tentara langsung berdiri tegap di depan pintu rumah. Sang komandan pun meminta prajuritnya bubar.
Tentara (Indonesia) sempat curiga Kiai Ihsan berpihak penjajah. Makanya sempat dikepung dengan senjata lengkap dan berusaha menggeledah rumah.
Peran Ponpes Jampes dalam perjuangan kemerdekaan sangat besar. Mereka bahkan terlibat secara langsung. Terutama saat pergolakan fisik di era 1945-1949. Ketika Kediri masih diduduki Belanda, tentara Indonesia juga menggunakan Jampes sebagai tempat berkumpul. Mereka acap datang sebelum melakukan perang gerilya di Kota Kediri. Para tentara ini menggunakan masjid Jampes sebagai tempat berkumpul sebelum melakukan aksi.
Baca juga :Malam Tirakatan menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia, Ini Maknanya!
Setelah salat Maghrib mereka berbaris di halaman rumah KH Ihsan untuk meminta doa restu. Kemudian berangkat menuju sasaran .
Tak hanya jadi jujukan tentara nasional, pesantren dan rumah KH Ihsan juga menjadi tempat perlindungan warga Desa Putih dan sekitarnya. Setiap kali terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dengan tentara musuh, warga mengungsi ke dalam pondok. Karena tempat ini dianggap aman. Karena dua belah pihak, baik tentara nasional maupun serdadu Belanda, tak pernah menyerang ke pondok ini.
Mengapa? Itu tak lepas dari strategi yang diterapkan KH Ihsan. Sang kiai juga berhubungan baik dengan tentara Belanda. Bahkan, tentara kolonial juga sering menggunakan area pondok sebagai tempat persinggahan.
Sikap terbuka Kiai Ihsan pada pasukan Belanda bukan berarti dia mendua. Juga bukan memihak lawan. Justru sikap itu untuk melindungi tentara nasional. Sikap bersahabat itu sebagai cara agar beliau tidak dicurigai oleh tentara penjajah.
Sebaliknya, Kiai Ihsan sering mendapat bocoran informasi dari tentara Belanda. Informasi itu yang kemudian diberikan kepada tentara nasional. Kemudian digunakan untuk menyusun strategi dalam melawan Belanda.
Jadi seringkali informasi dari beliau itu dapat digunakan para gerilyawan. Sebagai bahan pertimbangan kapan mereka bergerak dan bagaimana harus bertindak pada setiap kali akan menyerbu sasaran.
Sebagai ulama KH Ihsan sudah pasti berpihak pada Indonesia. Dukungan itu tanpa pamrih. Murni sebagai warga negara dan sebagai pribadi muslim. Bahkan, sikap ikhlas dan kebersihan hati yang ditanamkan KH Ihsan pada santrinya selama berjuang melawan penjajah.
Baca juga : 5 Wisata Sejarah di Kediri yang Wajib Anda Kunjungi! Untuk Menambah Wawasan Sejarah
Sikap patriot sang kiai juga terlihat saat terjadi pertempuran hebat di Surabaya pada 10 November 1945. Kiai Ihsan menugaskan alumni santri mengoordinasikan orang-orang komunitas pesantren di lingkungannya. Mereka kemudian bergabung dengan kelompok santri dari pesantren lain di Jatim yang dikirim ke Surabaya. Ikut bertempur melawan pasukan Sekutu yang didomplengi oleh tentara Netherlands Indies Civil Administration alias NICA.(red)
Temukan Berita Menarik Lainya Disini GOOGLE News !!