NGAWI, SMNNews.co.id – Dingin dan gelap di Sabtu pagi jelang subuh, (17/2/2023). Sebagian warga Dusun Elok Wetan, Desa Sirigan, Kecamatan Paron, masih lelap dalam tidurnya. Saat itulah Anis Puji Lestari (35 thn), melakukan tekatnya membalas sakit hati.
Anis erat menggenggam palu kayu, mendatangi Ahmad Romdon, yang tidur pulas dengan posisi miring di kamar depan. Sekuat tenaga diayunkannya palu kayu ke kepala Romdon, mengulangnya lagi beberapa kali.
Lalu, ibu satu anak itu bergegas menutup kembali pintu kamar yang tak berkunci dan ke kamar mandi di samping luar rumahnya. Membiarkan Romdon sendirian meregang nyawa.
Itulah sebagian aksi Anis saat reka adegan pemukulan yang menewaskan suaminya. Rekonstruksi itu dilakukan Rabu (22/2/2023) oleh penyidik Polres dengan disaksikan petugas Kejaksaan Negeri Ngawi.
“Saya memukulnya empat kali,” ungkap Anis terbata-bata. Mengenakan baju tahanan oranye, wajah Anis tertutup penuh dengan kupluk. Menyisakan mata dan lubang hidung saja.
Namun, kegugupan Anis tak dapat ditutupi. Berkali-kali dia ditenangkan dan dipeluk dua polwan yang mengawalnya. Ada 19 adegan dilakukan Anis di rekonstruksi itu.
Anaknya yang baru 14 tahun, sempat menanyakan mengapa ayahnya tidur berbunyi dan dijawab Anis bahwa sang ayah memang tidur ngorok. Padahal saat itu Romdon sekarat, 15-20 menit kemudian lelaki malang itu pun meninggal.
Usai memastikan suaminya meninggal, Anis juga sempat menemui beberapa saksi dan kemudian mengabarkan kematian suaminya pada kakak iparnya, Suroto.
Kapolres Ngawi, AKBP Dwiasi Wiyatputera, menjelaskan, konflik rumah tangga Romdon dan Anis dilatarbelakangi desakan ekonomi dan banyak hutang.
Sudah lebih tiga tahun, mereka tidur terpisah. Anis tidur dengan anaknya sedang Romdon tidur sendiri di kamar depan. Romdon juga sudah pernah menjatuhkan talak namun rujuk kembali.
Pasangan ini mencukupi kebutuhannya dengan segala cara. Romdon adalah buruh tani dan terkadang menerima servis elektronik, sedang Anis jadi instruktur senam selain membantu suaminya memelihara ternak.
“Adanya hutang itu sudah dikeluhkan tersangka sejak hari Jumat, namun suami tidak menanggapi. Sampai terjadilah kejadian KDRT itu pada Sabtu dini hari,” ungkap Kapolres AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Sebelumnya, polisi menerima informasi dari warga dan perangkat desa ihwal kematian Ahmad Romdon yang mendadak dan tak wajar. Usai kejadian pagi itu jenazahnya langsung dimakamkan. Segala hal yang berhubungan dengan jenazah seperti kasur lantai, sprei, baju dan sebagainya, dikubur di belakang rumah Anis.
Menurut Kapolres, tak terpikir oleh warga tentang menghapus barang bukti. Penguburan benda-benda itu terkait kepercayaan di desa itu.
Mereka percaya, ketika warga meninggal mendadak dan tak wajar seperti kecelakaan, tenggelam dan sejenisnya maka benda yang melekat dengan jenazah harus dibakar atau dikubur.
“Hal ini juga pelajaran bagi semuanya, segera laporkan ke polisi bila ada sesuatu kematian yang janggal. Jangan takut!” ungkap AKBP Dwiasi Wiyatputera.
Sayangnya, Anis banyak menangis dan tak dapat ditanyai apa yang membuatnya terpicu melakukan aksi keji itu. Dia hanya menenggelamkan kepala di bahu polwan yang mengawalnya.
Kapolres menyatakan, kondisi Anis sebagai tersangka juga perlu pendampingan psikolog, pun demikian dengan anaknya yang baru 14 tahun dan memang ada di rumah itu saat peristiwa terjadi.
Di mata para tetangganya, Romdon dan Anis bukan pasangan yang sering bertengkar. Kendati penampilan keduanya berbeda jauh. Romdon yang sederhana dan senang mengaji, sementara istrinya lebih modis dan gaul.
“Namun begitu, selama ini tak pernah ada suara keras atau kasar bahkan tak ada pertengkaran pernah didengar tetangga,” ungkap Suyanto, Kades
Anis jadi tersangka setelah banyak bukti, selain keterangannya tak konsisten, juga hasil otopsi jenazah oleh tim forensik menyatakan ada kekerasan. Anis kini terancam pelanggaran UU Penghapusan KDRT, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. ***
Temukan Berita Menarik Lainya Disini GOOGLE News !!