Ngawi, suaramedianasional.co.id – Beberapa ujian perangkat desa yang berbuntut protes, sorotan miring dari masyarakat bahkan tuntutan hukum hingga PTUN, membuat sejumlah pihak prihatin.
Selain maraknya tudingan bahwa rekrutmen perangkat desa melalui ujian ternyata tidak menafikkan kemungkinan adanya pihak-pihak yang ‘bermain’, juga menimbulkan pertanyaan mengenai fungsi bina, koordinasi dan komunikasi antara perangkat kades, panitia ujian dengan aparatur kecamatan dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Kabul Tunggul Winarno, Kepala DPMD Kabupaten Ngawi, mengakui perlu komunikasi lebih intensif dengan pihak terkait terutama kades dan perangkat desa soal ini. “Sebenarnya ya sudah sering ada dilakukan koordinasi, namun ada saja yang masih belum seragam tentang kesepahaman soal ujian perangkat desa ini,” kilahnya.
Selain itu, Kabul juga mengungkapkan, ada beberapa hal yang masih perlu debatable mengenai Perda Perangkat Desa. Hal ini seharusnya bisa dilaksanakan dengan dirinci dalam perbup namun nyatanya masih ada yang belum lengkap. “Misalkan saja mengenai pendapat tentang ujian praktik komputer, tentu harus diseragamkan pemahamannya bahwa yang dimaksud adalah penguasaan komputer pada tataran administrative,” ungkapnya.
Sedangkan Siswanto, dari Komisi I DPRD Ngawi, menyoroti tajam maraknya ujian perangkat yang berbuntut polemik. Beberapa protes peserta memang mampir ke Komisi I namun banyak yang kandas karena tak bisa dimediasi. “Sebagian karena panitia juga ngotot untuk segera diadakan pelantikan, akhrnya berbuntut PTUN,” ujarnya.
Salah satu tuntutan PTUN sudah dilayangkan untuk hasil ujian perangkat Desa Tanjungsari Kecamatan Jogorogo. Hal ini sangat mungkin disusul pula desa-desa lain yang ujian perangkatnya menuai protes. Beberapa desa yang sempat menjadi sorotan misalnya Desa Jatipuro Kecamatan Karangjati, Desa Kandangan Kecamatan Ngawi dan Desa Kedunggalar Kecamatan Kedunggalar. Menurut Siswanto, boleh saja semua pihak bersikukuh mereka benar dan siap berhadapan di depan persidangan PTUN. “Namun hal ini sangat disayangkan, sesuatu yang sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal sehingga tak perlu terjadi,” nilainya.
Kepada semua pihak yang memilih PTUN sebagai solusi, Siswanto menganggap bahwa hal itu wajib dihormati sebagai pilihan. Walaupun baginya, tetap saja hal itu sesuatu yang tidak perlu terjadi andai pelaksanaan ujian berlangsung dengan lebih transparan. (ari)