Ngawi, suaramedianasional.co.id – Polemik membuang limbah cair rumah tangga atau lebih spesifik berupa tinja, terjadi saat konsultasi publik pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang IPAL Limbah Cair di Pendapa Wedya Graha, Jumat (22/3). Konsultasi publik ini digelar atas prakarsa Dinas Perumahan dan Permukiman dengan mengundang OPD-OPD dan sejumlah unsur masyarakat. “Kami adakan konsultasi publik ini sebagai tahapan awal membahas Raperda,” ujar Purwono, Kepala Dinas Perkim Ngawi.
Dinas Perkim sendiri mengakui, belum ada kawasan di Ngawi, yang menyelenggarakan pembuangan limbah secara komunal. Pihaknya memaklumi bila dalam hal tersebut, ada budaya warisan nenek moyang serta kepemilikan tanah dan lahan yang berlaku individualistis. Purwono mengemukakan, ada tempat pengolahan limbah cair yang disiapkan pemerintah di Dusun Ngudal, Desa/Kecamatan Ngawi. Adanya Perda, kelak diharapkan dapat memberikan aturan mengenai pembuangan limbah cair, khususnya tinja, agar tidak dibuang sembarangan dan tidak mencemari lingkungan serta mencegah penyakit. “Kita mengerti bahwa dalam kehidupan sehari-hari, pembuangan limbah cair rumah tangga sering tidak menjadi perhatian, seolah bukan masalah dan ditangani secara individu,” ujarnya.
Usaha-usaha sedot WC juga menjadi pihak yang harus terlibat karena didalamnya melarang mereka membuang limbah kotoran sembarangan. Selama ini, Pemkab sendiri pun tidak mengetahui kemana saja usaha sedot WC membuang kotoran. “Makanya disediakan pengolahan itu kan maksudnya agar air keluar dalam kondisi di bawah ambang, tidak bahaya agi bagi lingkungan,” ujar Purwono.
Sementara itu, tersedianya IPAL bagi pembuangan limbah rumah tangga diharapkan menggugah langkah lain yakni kawasan buang limbah cair secara komunal.. Jarot Kusumo Yudo dari Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Ngawi, mengusulkan agar kawasan pengolahan tinja yang disediakan Pemkab Ngawi, tetap memperhatikan kearifan lokal. “Lihat dan petakan dulu lokasinya, jangan sampai ada benturan dengan warga karena mungkin letaknya diletakkan di tempat yang dianggap sakral oleh masyarakat,” katanya.
Jarot juga mempertanyakan naskah akademik yang menjadi pijakan bagi Dinas Perkim dalam memprakarsai raperda tersebut. Peletakan fasilitas pengolahan limbah cair di Ngudal, menurut dia, juga harus diperhatikan jangan sampai mendekati area di dekat sumber air karena dalam wilayah pelestarian sumber air, ditetapkan bahwa radius tertentu ada area yang harus kosong dari bangunan kecuali penunjang yang tidak mengganggu seperti rumah pompa. “Pembangunan dan peletakan fasilitas pengolahan limbah cair rumah tangga juga harus hati-hati karena sekecil apapun ada daya resap yang bisa berdampak pada sumber air dan lingkungan,” ujarnya.
Pembuatan raperda tentang pengolahan limbah cair ini ditargetkan akan selesai pada tahun ini dan masih akan menempuh jalan panjang termasuk saat membicarakannya bersama DPRD setempat. (ari)