Dampak berikutnya adalah bidang pertanian. “Akibat banjir, ada 13 talud dan plengseng yang ambrol. Tapi kurigiannya tidak banyak karena masih terbuat dari tanah. Sedangkan untuk jembatan ada lima buah yang putus,” terang Ipong.
Adapun lima jembatan itu diantaranya jembatan di Desa Broto, Kecamatan Slahung, jembatan di Desa Nambak, Kecamtan Bungkal, jembatan di Dusun Masaran, Desa Nambak, jembatan di Desa Krisik, Kecamatan Pudak, dan jembatan Duri.
“Total kerugian akibat jembatan rusak ini sekitar Rp 6,8 miliar. Ada yang Rp 1 miliar, ada Rp 750 juta dan sebagainya,” ujar Ipong.
Untuk pertanian, sawah yang terencam mencapai 1.700 hektare. Dari luasan ini, sekitar 350 hektare mengalami puso atau gagal panen. Sawah yang puso inilah yang dihitung kerugiannya.
Pada sektor pertanian ini, kerugian yang timbul dihitung menggunakan cara yang dipakai oleh asuransi pertanian. Saat ini, asuransi pertanian menjamin sawah dengan besaran Rp 6 juta per hektare per musim. “Luasnya lahan puso ini maka kerugian di sektor pertanian mencapai Rp1,8 miliar. Selain itu ada salah satu sekolah di Ngrayun plengsengnya juga longsor dengan Kerugiannya mencapai Rp 200 juta. Jadi total semua Rp 9 miliar termasuk dana operasional kegiatan penanggulangan banjir dan longsor,” ujar Ipong.
Selain kedua sektor itu ,tidak ada kerugian lain. Meskipun ada beberapa sekolah, Puskesmas, kantor Bawaslu yang dilaporkan tergenang . Ternak warga pun juga tidak ada yang menjadi korban, hanya ada satu unit rumah warga di Kelurahan Paju yang ambruk akibat banjir yang segera dibangun kembali oleh Pemkab Ponorogo.(wid)