NGAWI, SMNNews.co.id – Sejenak tangan Markonah memutar jarum sejengkal, cekatan mengaitkan benang hitam panjang. Mengubahnya menjadi untaian rantai rajutan memanjang.
“Bentuk rantai begini adalah dasar untuk membuat semua rajutan. Ini akan saya buat tas,” ujar wanita berambut panjang ini, mengawali percakapan.
Merajut, merupakan salah satu kegiatan yang disukai Marko setelah diajarkan oleh petugas dan warga binaan lain yang sudah lebih dulu mahir. Marko pun memiliki kegiatan bermanfaat untuk mengisi masa-masa dia menjadi napi di Ngawi.
“Saya baru lima bulan berada di sini, layaran dari Lapas Sidoarjo,” ungkap Marko, sapaannya.
Tas tangan, dompet, tempat handphone, merupakan beberapa karya rajutan yang berhasil dibuat Marko dan kawan-kawannya, tahanan perempuan di Lapas Ngawi.
Marko divonis 8 tahun atas kasus narkoba. Membuat rajutan selama di tahanan, membantunya mengalihkan ingatan akan anak dan keluarga.
“Anak saya baru usia dua tahun, karena ada corona, tak bisa dijenguk, jadi ketemunya kalau mendapat kesempatan video call,” ungkapnya.
Pihak Lapas Ngawi memfasilitasi komunikasi, dengan menyediakan 3 komputer untuk vidcall. Mereka pun digilir agar dapat berkontak dengan keluarganya.
Menurut Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) Ngawi, Ervans Bahrudhin Mulyanto, komunikasi harus digilir karena penghuni di Lapas Ngawi yang padat. Kapasitas seharusnya hanya 200 orang, namun terisi hingga lebih dari 300 warga binaan.
“Biasanya didata dulu bila akan kontak keluarga. Warga binaan Lapas sini banyak, makanya tidak bisa setiap hari komunikasinya,” ungkap Ervans.
Agar tidak banyak melamun, petugas mengajarkan berbagai kegiatan. Selain merajut, juga ada karawitan, melukis, pertukangan, berkebun, bahkan memelihara ikan di kolam terpal.
Tangan dingin warga binaan dapat dilihat dari kesuburan tanaman bunga, buah dan sayur yang mengelilingi kompleks tahanan. Selain itu, meja kursi dan berbagai mebelair serta lukisan kaca, terpajang indah di ruang kegiatan.
Selama ini, karya mereka biasanya dibawa saat pameran. Bila laku terjual, mereka juga mendapatkan bagian uangnya dan akan diberikan ketika bebas.
“Sekarang pandemi Covid, tak ada kegiatan pameran. Tapi kami minta agar tetap membuat, untuk isi waktu agar tetap bermanfaat,” jelas Ervans.
Bekal keterampilan untuk warga binaan lapas ini, diharapkan dapat membantu mereka berpenghasilan secara mandiri. Mereka tak harus bergantung untuk bekerja formal, bahkan bisa buka usaha, saat kelak bebas dari lapas. (ari)