BLITAR, SMNNews.co.id– Para peternak telur layer Kabupaten Blitar mengeluhkan adanya Surat Edaran Dirjen PKH yang memperbolehkan penggunaan telur HE (telur tetas yang tak terpakai dari breeding broiler) dimasukkan sebagai CSR dibagikan ke masyarakat. Mereka mengadukan hal ini ke DPRD Kabupaten Blitar pada Rabu (7/10/2020) agar pemerintah menarik kembali SE tersebut.
Ketua Koperasi Telur Putera Blitar, Sukarman menjelaskan bahwa para peternak telur saat ini terancam bangkrut dengan adanya SE tersebut. Sebab dengan beredarnya telur HE ini membuat telur layer produksi mereka menjadi menurun permintaannya membuat harganya anjlok.
Jika harga normal telur layer normalnya berkisar Rp 19 ribu hingga Rp 21 ribu, kini harganya menjadi Rp 15,5 ribu per kilo. “Jadi rugi Rp 2.500 per kg telur, kalau punya 5000 ekor ayam itu perhari produksinya 250 kg dikalikan dengan rugi Rp 2.500 harga yang lebih murah tadi akhirnya ketemu nanti 19 juta perbulan kerugiannya,” ungkap Sukarman.
Dia meminta agar DPRD Kabupaten Blitar bisa menyampaikan keluhan itu ke DPR RI untuk mencabut surat edaran Nomor: 09246/SE/PK.230/F/08/2020. “Harapannya harga normal. Biang keladinya adalah SE itu tadi membuat perusahaan breeding broiler yang telur HE-nya tidak boleh dijual atau dimusnahkan, tapi dijual murah untuk CSR dan dimanfaatkan pemerintah untuk PKH dibagikan ke masyarakat,” paparnya.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Blitar Idris Marbawi mengatakan bila sebelum SE ini ada peraturan menteri tidak memperbolehkan dijualnya telur HE, maka situasi saat ini tentunya bisa merusak harga seperti dirasakan peternak.
“Kita akan menyampaikan keluhan ini kepada pemerintah pusat agar ditinjau kembali SE ini. Jika maksudnya untuk maksud sosial dibagikan kepada masyarakat, harapannya tidak ada masyarakat di sisi lain yang justru terdampak,” ujar Idris Marbawi.
Ditempat yang sama, Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, Adi Andaka memberikan solusi agar para peternak membuka pasar baru di wilayah Indonesia timur. Sebagaimana terjadi saat ini para peternak hanya terpaku di pasar wilayah barat seperti DKI Jakarta, Bandung dan sekitarnya.
“Ya pasar seperti Papua, Maluku dan sekitarnya masih jarang dimasuki. Kita pemerintah daerah bisa membantu memfasilitasi menyurati pemerintah daerah setempat untuk membuat kerjasama MoU. Dengan dijual kesitu harapannya telur bisa dijual dengan harga normal dan peternak tidak rugi,” kata Adi Andaka. (jon)